Senin, 23 Agustus 2010

R.I.P Romo Slamet Lasmunadi Pr.


“ Selamat Jalan menghadap Bapa di Surga, dengan membawa tanda kemenangan Kristus, Dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus “

Hari Jum’at, 13 Agustus 2010, Keuskupan Purwokerto dikejutkan dengan berita meninggalnya salah satu Romo Diosesannya, Rm B Slamet Lasmunadi Pr. Sungguh menegejutkan dan seolah tidak percaya, karena Romo Slamet yang masih begitu muda dan baru semangat – semangatnya berkarya di Keuskupan Purwokerto ini harus segera pergi menghadap Bapa. Romo Slamet yang pada tanggal 18 Juli 2001 bersama ketiga romo lainnya : Rm Martinus Ngarlan Pr, Rm Ferdinandus Agus Pramono Adji Pr dan Rm Johanes Arijadi Susapta Wijaya MSC, ditahbiskan menjadi Imam oleh Uskup Julianus Sunarka SJ di gere katedral Kristus Raja Purwokerto ini telah meninggalkan kita selama – lamanya . Romo Slamet terakhir diserahi tugas Bapak Uskup sebagai tim Kataketik di Keuskupan Purwokerto. Selama ini beliau pulalah yang selalu muncul dalam tim perencanaan buku panduan pekan suci maupun adven, beliau ini pulalah yang juga sempat menjadi dosen para frater di TORSA Tegal. Misa Requiem di laksanakan pada hari Senin tanggal 16 Agustus 2010 di Gereja Katedral Kristus Raja, Purwokerto, selanjutnya dimakamkan di Komplek Gua Maria Kaliori.

Bersamaan dengan Berpulangnya Romo Slamet, bersama itu pula, 2 orang dari paroki Santo Yosef juga menghadap Bapa. Bapak Martinus Suwardi, yang lebih dari separo hidupnya digunakan untuk kepentingan sesama, mengabdi kepada sesama telah berpulang kepada Bapa, kemudian disusul oleh Bpk. Ign Widayat, wilayah St Gabriel, yang aktif dalam memajukan kelompok Kor di Wilayah Gariel ini meninggalkan 3 orang anak dan satu istri ini meninggal dalam usia 60 tahun karena strok. Kita berdoa agar semuanya mendapat kedamaian disisi Bapa di surga.

46:2 Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.
46:3 Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;
46:4 sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya.( Mazmur 46:2-4)

Minggu, 22 Agustus 2010

Pedoman

PEDOMAN PELAKSANAAN

DEWAN PASTORAL PAROKI

SANTO YOSEF MEJASEM - TEGAL

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Jalan Gereja No. 1, Mejasem Barat, Kramat, Tegal 52181

Telp. (fax) 0283 – 358626

VISI dan MISI

V I S I

Paroki Santo Yosef Mejasem adalah persekutuan umat beriman katolik,

yang mengedepankan persekutuan, kerukunan dan persaudaraan Kristiani,

sebagai landasan utama dalam membangun Kerajaan Allah

di tengah umat maupun masyarakat.

M I S I

1. Memelihara dan memperkuat iman umat.

2. Membangun persekutuan dan persaudaraan umat.

3. Membina generasi muda: anak, remaja dan kaum muda secara manusiawi dan Kristiani.

4. Memperhatikan dan memberdayakan kelompok marginal: keluarga miskin, tersingkir dan keluarga bermasalah.

5. Menjadikan keluarga tempat penyemaian dan menumbuh-kembangkan nilai-nilai luhur kemanusiaan berdasarkan ajaran Kristiani.

6. Melakukan dialog dan kerjasama dengan umat beriman lain, pemerintah dan masyarakat.

KATA PENGANTAR

Paroki Santo Yosef Mejasem merupakan bagian integral dari Keuskupan Purwokerto. Visi Keuskupan Purwokerto juga menjadi visi paroki Santo Yosef Mejasem. Dengan bimbingan Roh Kudus umat paroki Santo Yosef Mejasem sebagai persekutuan Umat Allah yang Misioner (Sinode Deosesan’90) berupaya semakin menegakkan Kerajaan Allah (Muspas KP’06). Namun sebagai paroki baru, kami juga masih berjuang semakin mewujudkan diri sebagai persekutuan murid-murid Kristus. Persatuan dan persaudaraan ini akan menjadi fokus kami membangun persekutuan baik dalam tubuh Dewan Pastoral Paroki maupun umat pada umumnya. Inilah modal dasar yang harus diperjuangkan untuk membangun paroki selanjutnya.

Prioritas kami adalah menghidupkan paguyuban umat beriman yang ditandai habitus baru. Hal ini akan digali dan dihayati mulai dari persekutuan hidup paling inti yakni keluarga. Keluarga adalah basis hidup umat beriman. Gereja dengan segala cita-cita luhur baru akan menjadi nyata dalam kehidupan keluarga. Namun demikian keluarga juga rentan terhadap aneka persoalan. Di sana terdapat pasutri, anak, remaja, kaum muda dan kaum lansia dengan pergumulan mereka masing-masing. Keluarga menjadi ajang pendidikan nilai-nilai kemanusiaan seraya menghindarkan kekerasan dalam keluarga.

Gereja katolik Santo Yosef Mejasem merupakan bagian dari masyarakat Indonesia pada umumnya. Kami hidup berdampingan dengan masyarakat dengan berbagai latar belakang dan keyakinan. Kami tidak bisa menutup mata terhadap kondisi dan persoalan yang sedang dihadapi bangsa ini (GS’1). Maka kami sangat terbuka untuk kerja sama demi kebaikan bersama. Dalam kancah kemasyarakatan, Gereja tertantang untuk bekerjasama dengan semua pihak yang berkehendak baik memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan teristimewa dalam diri sesama yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir.

Upaya perwujudan persekutuan umat yang padu dan mandiri itu ditopang dalam berbagai kegiatan pelayanan dan kegembalaan di bidang koinonia, liturgi, kerigma dan diakonia. Segala upaya dan kegiatan itu kami dasarkan atas semangat Injil dan dalam bimbingan Roh Kudus. Karena apalah kekuatan kami tanpa campur tangan Allah. Kiranya Santo Yosef, teladan kesetiaan dan kerendah-hatian senantiasa mendoakan kami yang berlindung padanya.

Langkah dan Kegiatan seputar persiapan Mejasem ke arah paroki:

  • Penjaringan dan pengolahan data mulai Mei 2007. Dengan data ini gereja katolik Santo Yosef Mejasem akan mendefinisikan diri.
  • Membuat evaluasi untuk menentukan beberapa masalah sentral.
  • Dewan Inti berkumpul tiap Rabu malam membahas Pedoman Pelaksanaan Dewan Pastoral Paroki.
  • Berdasar data dan evaluasi, dengan pilihan sadar kami merumuskan masalah sentral, visi, misi dan program kegiatan.
  • Tentang pengurus Dewan Pastoral Paroki, disepakati tidak membuat pemilihan, tetapi memposisikan Dewan Pastoral Stasi yang ada ke struktur Dewan Pastoral Paroki sesuai Pedoman Dasar Dewan Pastoral Paroki Keuskupan Purwokerto.
  • Mengadakan pembekalan bagi Dewan Pleno dengan mendatangkan nara sumber: Sek-Jen Keuskupan Purwokerto (23 Sep’), Bendahara Keuskupan Purwokerto (29 Sept), ketua komisi PSE (2 Sept), pastor Mahasiswa sebagai Misiolog (6 Okt), dll.
  • Membuat kegiatan keakraban dalam rangka peresmian paroki: lomba olah raga, lomba menggambar tingkat ank-anak (2 Sep’07).
  • Melaksanakan ziarah ke kubur beberapa tokoh perintis gereja Mejasem di Kerkov Tegal, Cleret dan Slawi.
  • Kegiatan rohani persiapan paroki baru: novena persiapan hari jadi paroki (9 hari Jumat menjelang Hari Jadi Paroki).
  • Hari H: tanggal 20 Oktober 2007 misa uskup dalam rangka peresmian paroki santo Yosef Mejasem dan resepsi syukuran paroki baru.

POTRET GEREJA SANTO YOSEF MEJASEM

1. Sekilas awal mula munculnya gereja katolik Mejasem:

Tahun 1982 paroki Hati Kudus Yesus Tegal memiliki 12 wilayah rohani. Wilayah paling timur yang bersentuhan dengan Mejasem adalah wilayah VII (Santo Thomas). Ada beberapa umat wilayah ini tersebar di kompleks perumahan BTN dan Perumnas Mejasem. Seiring dengan perjalanan waktu, Mejasem berkembang bagaikan kota satelit yang menopang kota Tegal, karena Kota Tegal semakin kekurangan areal pemukiman. Banyak guru, pegawai, karyawan yang bekerja di Kota Tegal, bermukim di perumahan Mejasem.

Peluang ini dibaca oleh para pengembang, maka perumahan berbagai tipe dibangun di Mejasem. Mengingat jarak yang sangat dekat dengan Kota Tegal, Mejasem menjadi pilihan bagi banyak pihak. Hampir di setiap pemukiman baru terdapat warga katolik. Lama kelamaan umat wilayah VII dipandang sudah terlalu ‘kegemukan’. Demi efektivitas pelayanan pastoral dan pemberdayaan umat, maka wilayah tersebut perlu dimekarkan. Tahun 1983 di Mejasem dibentuk wilayah baru yang terpisah dari wilayah VII.

Maka muncul wilayah baru yaitu wilayah XIII (Santa Lucia). Inilah wilayah yang menjadi cikal bakal gereja katolik Mejasem. Yang menarik bahwa sejarah ini menjadi tanda bahwa angka “13” bukanlah angka sial. Waktu itu umat katolik di Mejasem berjumlah 13 kepala keluarga. Kebetulan dalam urutan wilayah paroki Hati Kudus Tegal, Mejasem menempati urutan terakhir, yaitu wilayah XIII. Pembentukan wilayah Mejasem terjadi pada tanggal 13 Januari 1983. Ketua wilayah XIII yang pertama kalinya yaitu Bapak Y. Husada.

Dalam perkembangan selanjutnya wilayah XIII semakin besar. Maka tanggal 14 April 1990 diadakan pertemuan wilayah untuk rencana pemekaran wilayah, yakni Wilayah XIII (Santa Lucia), wilayah XVI (Santo Michael) dan wilayah XIV (Santo Paulus). Wilayah Santa Lucia dengan ketua wilayah L. Sunaryo. Sedangkan wilayah Santo Michael di sebelah timur jalan Pala Raya dengan ketua B. Djupriarto. Wilayah Santo Paulus dengan ketua wilayah Bp. FX. Susilo.

Tahun 1992 dengan adanya gedung gereja Santo Yosep Mejasem, maka kegiatan menggereja di Mejasem semakin semarak. Hal ini terjadi berkat dukungan 3 wilayah seberang barat sungai Ketiwon (Yohanes, Thomas dan Antonius) yang “memadu jurus” dengan 3 wilayah Mejasem untuk membangun diri. Kemudahan akses ke gereja Mejasem terjadi dengan adanya jalan dan jembatan berkat kerjasama pihak pemerintah setempat dan Romo Paroki JH van de Pas MSC. Bisa disebut juga perjuangan bapak Kol. Y. Koesman dan kepala desa Mejasem Alimudin.

Wilayah Santa Lucia terbentang dari Jalan Pala Barat 3 ke utara sampai Dampyak dan bagian timur adalah dari Jalan Pala 21 membentang sampai Desa Padaharja, yang terletak di ujung timur Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. Wilayah Santo Paulus meliputi bagian timur Jalan Pala 1 sampai dengan Jalan Pala 20 dan bagian barat meliputi Jalan Pala Barat 1 sampai dengan Jalan Pala Barat 2. Wilayah Santo Michael meliputi Perumnas Mejasem dan beberapa umat diaspora yang bermukim di Kecamatan Kramat, Kecamatan Tarub, Kecamatan Surodadi dan Kecamatan Warurejo.

Sejarah terus bergulir, karya Roh Allah benar-benar terjadi dan menyertai umat katolik Mejasem. Tahun 2005 jumlah umat di empat wilayah dipandang sudah terlalu besar, sehingga pelayanan pastoral dan pemberdayaan umat tidak lagi efektif. Untuk itu empat wilayah itu dimekarkan lagi. Wilayah Santo Thomas dimekarkan menjadi wilayah Santo Thomas dan wilayah Santo Agustinus. Wilayah Santa Lucia mekar menjadi wilayah Santa Lucia dan wilayah Santo Bernardus. Wilayah Santo Michael mekar menjadi wilayah Santo Michael dan wilayah Santo Gabriel. Wilayah Santo Paulus mekar menjadi wilayah Santo Paulus dan wilayah Santo Ignatius. Wilayah Santo Antonius dimekarkan menjadi wilayah Santo Antonius dan wilayah Santo Valentinus. Tetapi wilayah Santo Valentinus masuk wilayah paroki Hati Kudus Yesus Tegal. Dengan demikian stasi santo Yosef Mejasem kini telah terdapat sepuluh wilayah, yaitu Wilayah Santo Antonius, Santo Thomas, Santo Agustinus, Santo Yohanes, Santa Lucia, Santo Bernardus, Santo Paulus, Santo Ignatius, Santo Michael dan Santo Gabriel. Secara teritorial enam wilayah di Paroki Mejasem, yaitu wilayah Santa Lucia, Santo Bernardus, Santo Paulus, Santo Ignatius, Santo Michael dan Santo Gabriel, terletak dalam wilayah Kabupaten Tegal dengan ibukota di Slawi. Sedangkan empat wilayah, yaitu wilayah Santo Antonius, Santo Thomas, Santo Agustinus dan Santo Yohanes termasuk dalam wilayah Kotamadya Tegal.

Dengan kekuatan 10 wilayah inilah, gereja katolik Santo Yosef Mejasem memulai fase menjadi sebuah stasi dalam arti yang sebenarnya, persiapan menjadi paroki. Dewan stasi Mejasem dilantik oleh Mgr. Julianus Sunarka, SJ tanggal 4 Desember 2005. Di Mejasem mulai tinggal secara menetap P. John Tinggogoy, MSC. Keuangan sudah dicoba untuk dikelola secara mandiri. Masa uji coba itu berjalan hingga sekarang.

2. Catatan sejarah gedung gereja Santo Yosef Mejasem:

Secara spontan, umat mengerti sejarah Gereja Mejasem memang dalam arti gedung gerejanya. Ada arsip surat tulisan Romo J.H. van de Pas MSC menjelang peresmian gedung gereja. Antara lain menyebutkan data tahun 1987 telah dimulai Taman Kanak-Kanak di Pala Barat I, Mejasem dengan bantuan para suster PBHK. Untuk sementara waktu sekolah TK itu memanfaatkan rumah milik kepala desa Mejasem saat itu. Dalam perencanaan, TK itu nanti akan dikembangkan dengan Sekolah Dasar. Para suster SND Pekalongan telah bersedia menyelenggarakan kedua sekolah tersebut.

Sejarah gereja ‘joglo’ Mejasem berawal dari keinginan umat wilayah XIII, XV, XVI untuk mendirikan sebuah kapel. Aspirasi dari akar rumput ini direspon oleh Romo J.H. van de Pas MSC. Berbagai upaya dilakukan. Usaha pertama yang harus ditempuh adalah memperoleh sebidang tanah untuk lokasi pembangunan. Maka berkat kerjasama umat paroki Hati Kudus Yesus Tegal pada tahun 1986 berhasil dibeli tanah seluas 5.050 m2 terdiri dari 2 sertifikat terletak di pinggir sungai Ketiwon, sebelah selatan Pabrik Tekstil, PT Texin. Dalam waktu yang tidak lama juga berhasil membeli tanah disampingnya seluas 1.000 m2. Tanggal 1 Juli 1988 pondasi gedung aula dimulai. Tanggal 27 Juli 1990 dilaksanakan upacara peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja Santo Yosef Mejasem oleh Rm. Paiman MSC.

Paduan semangat berjuang, khususnya panitia pembangunan dan kepedulian donatur, akhirnya di tempat langganan banjir itu berhasil dibangun gereja Santo Yosef Mejasem. Dari sejarahnya, gereja santo Yosef Mejasem telah menjadi simbol kerjasama umat paroki Hati Kudus Yesus dan sikap simpatik pemerintah setempat. Karena dua hal itulah maka berbagai hambatan dan tantangan bisa diatasi.

Pada tanggal 25 Oktober 1992 gereja Santo Yosef Mejasem diresmikan oleh Bupati Tegal, Bp. Drs. Soetjipto dan diberkati oleh Bapa Uskup Purwokerto, Mgr. P.S. Hardjosoemarto MSC. Gereja ini sekaligus menjadi persembahan paroki Hati Kudus Yesus Tegal untuk Hari Jadi Paroki yang ke 65. Kini pada ulang tahun paroki Hati Kudus Yesus yang ke 80, gereja Santo Yosef Mejasem berusia 15 tahun. Dalam usia ini umat katolik Mejasem dianggap mampu berdiri sendiri menjadi paroki.

3. Wajah Gereja Katolik Santo Yosef Mejasem saat ini:

Setelah melihat sekilas sejarah gereja katolik Mejasem, maka pertanyaan pokok selanjutnya adalah “...kini, apa katamu tentang dirimu sendiri, hai Gereja Santo Yosef Mejasem?” Untuk menjawab hal ini kami telah berjuang untuk berbicara dari data konkrit di lapangan. Sejak Mei 2007 formulir pendataan umat disebarkan ke wilayah-wilayah. Akhir Juli, kami mulai menggodok data yang masuk. Kesulitan yang kami hadapi adalah pengisian formulir tidak lengkap. Oleh karena itu masih perlu penyempurnaan data selanjutnya. Walau demikian dengan data yang masuk kami telah bisa mengenali diri kami sebagai Gereja santo Yosef Mejasem.

Per 29 Agustus 2007, umat katolik Mejasem berjumlah 1.127 jiwa, 546 laki-laki dan 581 perempuan. Umat tersebar di 10 wilayah:

  1. wilayah Antonius: 103 jiwa L: 52 P: 51 KK: 29
  2. wilayah Agustinus: 137 jiwa L: 64 P: 73 KK: 35
  3. wilayah Thomas: 125 jiwa L: 57 P: 68 KK: 35
  4. wilayah Yohanes: 122 jiwa L: 64 P: 58 KK: 39
  5. wilayah Lusia: 135 jiwa L: 66 P: 69 KK: 34
  6. wilayah Bernardus: 139 jiwa L: 67 P: 72 KK: 38
  7. wilayah Paulus: 95 jiwa L: 50 P: 45 KK: 30
  8. wilayah Ignatius: 92 jiwa L: 46 P: 46 KK: 29
  9. wilayah Gabriel: 83 jiwa L: 37 P: 46 KK: 19
  10. wilayah Michael: 96 jiwa L: 43 P: 53 KK: 25

Dari data lapangan dan situasi kondisi umat katolik Mejasem maka bisa ditarik beberapa persoalan sentral yang akan menjadi perhatian bagi kinerja segenap Dewan Pastoral Paroki dalam menata diri ke masa depan.

1). Gereja katolik Mejasem di pinggiran kota:

Dari 10 wilayah Mejasem, 6 wilayah secara pemerintahan termasuk wilayah Kabupaten Tegal dan 4 wilayah berada di wilayah kotamadya Tegal. Kondisi kombinasi kota dan desa ini pasti juga akan membawa konsekuensi. Misalnya dalam urusan pencatatan nikah, kami harus berurusan dengan 2 instansi yang berbeda.

Posisi abu-abu ini membawa kesulitan tersendiri. Mejasem bukan kota dan bukan desa. Budaya dan gaya hidup pinggiran kota juga melekat dalam kehidupan warga umat Mejasem. Pengaruh mode dan gaya hidup tidak bisa dilawan. Konsekuensinya tuntutan biaya gaya hidup menjadi persoalan khusus. Bagi keluarga yang ekonominya memadai tidak terlalu jadi persoalan. Tapi bagi yang pas-pasan akan sangat berpengaruh. Dalam hal ini yang paling rentan berhadapan dengan budaya demikian adalah kaum muda.

2). Gereja kaum pendatang:

Dengan membaca data yang terkumpul, sekitar 90% umat Mejasem adalah kaum pendatang. Warga asli kelahiran Tegal kebanyakan adalah warga Tionghoa. Penduduk asli Mejasem tidak ada yang katolik. Sehingga kelihatannya sentuhan budaya setempat tidak terasa di Mejasem. Kondisi demikian menjadikan Gereja serasa kurang mengakar di bumi Mejasem. Sebagian besar umat adalah kaum pendatang dari daerah ‘Wetanan’ (Semarang, Magelang, Jogyakarta, Klaten dll). Sebagian lain datang dari Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi. Resiko paling nyata adalah pada saat musim mudik, kegiatan menggereja akan terganggu.

Kondisi ini juga menuntut konsekuensi tersendiri. Sadar akan diri sebagai pendatang maka harus lebih banyak bersosialisasi. Karena dukungan dan pengakuan masyarakat setempat akan sangat berpengaruh dalam ketenangan dan kelancaran aktivitas hidup. Ini penting kalau Gereja Katolik tidak mau menjadi barang asing di tanah Mejasem.

3). Sumber Daya Manusia cukup:

Dari data pekerjaan dan pendidikan terekam bahwa dari antara 1127 jiwa umat katolik Mejasem, terdapat 134 sarjana, PNS 29 orang, pengusaha/wiraswasta 13 orang. Yang paling menonjol juga bahwa Mejasem kaya guru dan dosen, yakni 56 orang guru/dosen. Tentu hal ini akan mendatangkan rahmat tersendiri. Telah dirasakan bagaimana hal itu sangat menopang aneka kegiatan gereja Mejasem.

Maka tantangan di masa depan bagi Gereja Katolik Mejasem adalah bagaimana menghimpun, mem-berdaya-kan dan melibatkan SDM ini. Karena pengalaman membuktikan bahwa peluang ini juga bisa menjadi bumerang. Karena sering kali ada ungkapan skeptis: betapa sulitnya mengatur ‘orang pintar semua’. Yang jelas, potensi bagaimanapun besarnya kalau tidak digerakkan akan tinggal bagaikan talenta dalam tanah.

4). Peluang dan tanggungjawab:

Melihat data umur warga umat Mejasem menarik untuk diamati. Anak usia di bawah 20 tahun berjumlah 338 orang. Ini merupakan generasi penerus gereja katolik Mejasem. Cf. banyaknya barisan anak yang minta berkat saat misa. Tapi banyaknya anak muda bukan otomatisme bagi perkembangan Gereja. Pertanyaannya adalah akan menjadi apakah mereka nanti... Maka tantangan kita adalah bagaimana membentuk dan membina generasi muda ini.

Apalagi posisi Mejasem di pinggiran kota, terbuka bagi gerak perpindahan kaum muda. Setamat SLTA anak-anak biasanya pergi kuliah di luar kota (Jogyakarta, Solo, Semarang, Bandung, Jakarta). Bahkan ada yang sudah mengirimkan anak sekolah di luar kota sejak SLTA. Hanya pada saat liburan mereka datang di Mejasem. Praktis kesempatan keluarga mendampingi anak-anak secara intensif hanya terjadi dalam waktu relatif singkat. Yakni saat anak-anak usia prasekolah, SD, SLTP dan SLTA. Setelah itu anak-anak kita dilepaskan dengan harapan bisa mandiri. Tantangan kita adalah bagaimana mendampingi anak-anak secara serius.

5). Kaum marginal: keluarga miskin, keluarga bermasalah, kawin campur:

Dari keluarga demikian biasanya berpeluang muncul aneka persoalan: masalah moral, keluarga bubar, masalah kenakalan anak muda (dan orang tua), anak-anak terlantar pendidikan dan pendampingannya dll. Maka Gereja mempunyai tugas serius dalam hal ini. Apalagi kondisi demikian dijadikan peluang bagi kolompok lain untuk kepentingan mereka.

Kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil menyebabkan banyak pengusaha terancam. Banyak perusahaan yang tersendat dan berakibat bagi para karyawan. Syukur kalau hanya menerima nasib ‘dirumahkan’, tapi tidak sedikit juga yang harus di-PHK. Oleh karena itu sangat disadari oleh Dewan Pastoral Paroki Mejasem bahwa karya kerasulan Sosial Ekonomi akan sangat ditantang dalam program kerja dan pelayanan konkritnya.

6). Paroki baru:

Hal yang satu ini tidak bisa dipungkiri. Sebagai paroki baru pasti dalam banyak hal masih harus belajar dan berbenah diri. Upaya paling utama adalah menjalin persekutuan umat yang kuat. Tapi di atas itu juga bagaimana mengupayakan persaudaraan sejati di kalangan umat. Memang disadari bahwa umat Mejasem relatif kecil. Tapi bukan hal sederhana juga untuk mengeratkan yang kecil ini. Sebaliknya bukan mustahil untuk menjadikan yang kecil di mata manusia ini menjadi besar di mata Allah.

Sebagai paroki baru, maka perlu kesadaran segenap warga umat Santo Yosef Mejasem untuk berbenah diri bersama. Oleh karena itu, visi pertama kami akan terfokus pada upaya untuk menghimpun dan menguatkan persekutuan umat beriman. Dan itu harus dimulai dari Dewan Pastoral Parokinya... Kerja keras kami adalah bagaimana menyiapkan perangkat dan sarana prasarana yang harus ada dalam sebuah paroki.

Peta Wilayah

Keterangan :
  • warna hijau menandai wilayah paroki Hati Kudus
  • masih ada umat Mejasem tersebar di Kemantran, Warureja dan Suradadi
  • umat di Kemantran masuk wil. Gabriel dan Suradadi-Warureja masuk wil. Bernardus.

SPIRITUALITAS SANTO YOSEF Pelindung Gereja Katolik Mejasem

Banyak orang kurang mengenal Santo Yosef karena amat sedikit tulisan tentang dia. Dalam Injil kita kesulitan mendapatkan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Santo Yosef jarang mendapatkan perhatian. Dialah seorang “tokoh besar tanpa suara” dari Perjanjian Baru. Namun di balik semua itu terdapat misteri besar atas segala yang dilakukan Santo besar ini sepanjang hidupnya.

a. Percaya Pada Kasih Allah

Matius menyebut Yosef sebagai seorang yang tulus hati. Ini tampak dalam sikap dan pergumulannya bersama Maria dan Yesus. Kita kekurangan ungkapan yang secara lebih baik menggambarkan bahwa ia hidup seturut ketentuan Allah, dengan melakukan segala perintah-Nya. Santo Yosef juga berhadapan dengan penyakit zaman yang menggerogoti masyarakat pada waktu itu, yakni egoisme, iri hati, dengki, materialisme dan gila jabatan. Hal ini tampak dalam perjuangannya di seputar kelahiran Yesus.

Penyakit-penyakit itulah yang selalu melingkupi Santo Yosef dan keluarganya. Berhadapan dengan semua ancaman itu, ia tetap percaya dan berpasrah pada kehendak Allah. Ia percaya akan setiap penampakan yang selalu datang dalam mimpi, merupakan satu bentuk Kasih Allah atas dirinya dan keluarganya. Kepercayaan akan Kasih Allah inilah yang senantiasa menuntunnya keluar dari berbagai marabahaya.

Keyakinan akan Kasih Allah itu pula kiranya menjadi spiritualitas dasar bagi umat paroki Santo Yosef Mejasem. Spiritualitas itulah yang hendaknya senantiasa melandasi setiap gerak langkah umat pada umumnya dan Dewan Pastoral Paroki pada khususnya. Ada keyakinan bahwa umat katolik Mejasem tidak berjuang sendirian, tapi selalu percaya akan campur tangan Allah. Sehingga dalam sukses tidak menjadikan sombong dan dalam kegagalan tidak cepat putus asa.

b. Setia Pada Tugas Perutusan

Santo Yosef setia menunaikan tugas kewajibannya. Dalam kesahajaan, ia menghidupi keluarga sebagai tukang kayu. Ia dengan setia dan tanpa ragu mentaati perintah Tuhan: mengambil Maria apa adanya sebagai istri, membawa keluarganya ke Mesir agar aman dari niat jahat Raja Herodes; sekembalinya dari pengungsian harus menyingkir ke Nazaret; membawa Puteranya ke Bait Allah untuk disunatkan dan dipersembahkan kepada Allah; dan menempuh perjalanan ke Yerusalem untuk ritus Paskah dan mencari Yesus yang hilang di Bait Allah.

Santo Yosef menerima panggilan – sebagai suami Maria dan ayah Yesus – dengan setia. Ia telah mempertaruhkan semuanya untuk yang terbaik bagi keluarganya. Meskipun ia bukanlah ayah Yesus secara fisik, namun di luar itu ia adalah seorang ayah dalam arti sepenuhnya. Sebagai seorang Yahudi yang baik, ia bertanggung-jawab atas pendidikan religius Putranya, termasuk mengajari-Nya membaca Kitab Suci. Santo Yosef pastilah seorang teladan yang baik hati dan gagah bagi Yesus. Kehormatan bagi Santo Yosef bahwa Allah Bapa telah mempercayakan PutraNya ke dalam pemeliharaannya.

Umat katolik Mejasem ingin meneladan Santo Yosef dalam tugas perutusan masing-masing. Semoga umat menyadari sepenuhnya tugas perutusan yang dipercayakan Tuhan yakni mengusahakan semakin tegaknya Kerajaan Allah di dalam keluarga, wilayah, paroki dan masyarakat. Perjuangan kami yang berlindung pada Santo Yosef adalah membuat supaya Kasih Allah semakin dikenal dan dirasakan oleh sebanyak mungkin orang. Dengan teladan pelindung, umat katolik Mejasem ditantang untuk rela dan berani menjalankan tugas pokok perutusan kita dalam peran yang berbeda tapi menuju visi paroki yang sama.

c. Peka Terhadap Kehendak Allah

Ketika diketahui bahwa Maria mengandung, SantoYosef sempat meragukan kesetiaan Maria. Namun kelembutan hatinya senantiasa membuat terbuka terhadap bisikan Allah. Malaikat Tuhan menampakkan diri dalam mimpi dan menjelaskan bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus. Malaikat memintanya untuk mengambil Maria sebagai isterinya dan Yesus sebagai Puteranya. SantoYosef melakukan segala perintah malaikat.

Keterbukaan SantoYosef pada kehendak Allah didasarkan pada imannya yang hidup. Ada suatu kepercayaan dan kepasrahan pada rencana terindah Allah dalam dirinya. Teladan Santo Josef bagi umat katolik Mejasem adalah kesadaran akan pentingnya membangun relasi yang personal dengan Allah. Proses pembentukan tersebut diupayakan dan dipupuk melalui hidup doa. Baik doa pribadi maupun doa bersama di wilayah dan di gereja.

Doa merupakan sarana tepat untuk berjumpa dengan Tuhan. Dalam doa kita berjumpa dengan Tuhan, makin mengenal Tuhan, dan mengetahui kehendak Tuhan atas diri kita. Melalui teladan Yosef, umat katolik Mejasem diingatkan bahwa sebelum bersaksi kepada sesama, lebih dahulu harus merasakan kehangatan Kasih Allah dalam diri kita.

Sosok Yosef bukanlah sekedar tempelan bagi keseluruhan Sejarah Keselamatan Allah. Tuhan tidak akan salah pilih menentukan Yosef menjadi suami Maria, yang kelak akan dipersatukan dengan Yesus dalam ikatan rohani. Yosef merupakan bagian penting dalam keseluruhan proyek besar rencana keselamatan Allah bagi manusia. Umat katolik Mejasem yang berlindung pada santo Yosef percaya bahwa sebagaimana perhatian yang diberikannya kepada Yesus dan Maria, kita pun akan mengalami hal demikian.

“Oleh Santo Yosef kita dihantar langsung kepada Maria, dan oleh Maria

kepada sumber dari segala kekudusan, Yesus Kristus, yang menguduskan kebajikan keluarga melalui ketaatanNya kepada Santo Yosef dan Bunda Maria.”

(Paus Benedictus XV)

Jumat, 20 Agustus 2010

Kelompok Wanita Katolik cabang Paroki St Yosef Mejasem Berziarah ke Gua Maria “ Kerep “ Ambarawa









Wanita Katolik menggeliat, barangkali bisa diungkapkan demikian, karena diusianya yang relatif masih muda karena baru setahun yang lalu diresmikan dan dilantik kepengurusannya oleh Kelompok Wanita Katolik Keuskupan Purwokerto, namun dari sepak terjangnya Kelompok WK Paroki St Yosef Mejasem Tegal ini patut diacungi jempol. Selain berperan aktif dalam pelayanan liturgi di gereja, dari sebagai petugas misa, petugas koor, kelompok ini juga mengidupkan kantin paroki yang setiap hari minggu mangkal didepan gereja, eh...tapi jangan apriori dulu lho, kantin ini akan buka dan digelar setelah misa selesai, jadi selama misa tidak ada aktifitas seputar kantin. ( Jangan jadikan rumah bapaKu sebagai tempat berjualan )Aneka ragam dagangan yanga disajikan dari bakso, sop ayam dan makroni, sampai sayur lodeh dan sambal goreng, pokoknya ditanggung pepak. Keberadaan Kantin ini juga diterima baik oleh semua warga karena dengan adanya kantin ini akan sangat membantu bagi keluarga – keluarga yang sejak pagi belum mempersiapkan sarapan, atau minimal untuk tambahan lauk santap siang keluarga, karena mungkin juga banyak keluarga yang setiap hari minggu akan refreshing, artinya jalan – jalan atau wisata ke mana gitu, sehingga tidak sempat masak. Nah masakan di kantin ini akan sangat membantu. Keuntungan dari kantin ini bisa menopang kas WK . Penjaga kantin pun dibagi perwilayah, sehingga siapa saja yang mengaku diri katolik, ya wajib ikut handarbeni WK dan kegiatan – kegiatannya. Kegiatan bulanan juga tetap diadakan yaitu pertemuan rutin yang diisi dengan arisan dan pengisian ( bukan pengajian atau pengisian ilmu – ilmu ghoib lho ) Bidang – bidang yang mengisi kegiatan juga dibagi – bagi sehingga manfaatnya bisa bervariasi dan berguna, ada yang demo masak, ada yang menampilkan kesehatan, penggunaan tabung gas yang aman dan nyaman, dan masih banyak lagi, pokoknya bila para ibu yang bergabung dalam WK ini ketemu, pasti ramai dan gayeng, tak kalah dengan kelompok Jum’at Kliwonnya pak Hadi.
Pada hari Minggu, tanggal 15 Agustus 2010 yang lalu bertepatan dengan Hari Raya St Maria diangkat ke Surga, kelompok WK St Yosef Mengadakan Ziarah ke Gua Kerep Ambarawa. Acara ziarah ini juga diisi dengan pertemuan bulanan sekaligus ziarah ke makam Ibu Maria Soelastri Soejadi Darmoseputro pendiri WKRI yang wafat pada tanggal 8 September 1975.
Berangkat dari Gereja St Yosef Mejasem pk 05.00 pagi dengan bus Dewi Sri ke Gua Kerep Ambarawa diikuti oleh ± 50 peserta. Sampai di Gua Kerep jam 10 an, setelah istirahat sejenak dilanjtkan dengan acara liturgi : Doa jalan salib dan dilanjutkan dengan doa pribadi di depan Gua Maria. Suasana Gua Kerep hari itu sangat ramai karena bersamaan pada malam harinya akan dilaksanakan Misa Kudus hari Raya Maria diangkat ke Surga. Sungguh suatu kesempatan yang baik seandainya kelompok WK bisa ikut dalam misa ini, namun kembali bahwa mereka terbatas waktu. Acara setelah ziarah dilanjutkan pertemuan rutin di rumah ortu ib Sofyan, sambil sekalian para ibu memanfaatkan waktu untuk berkunjung ke musium kereta api Ambarawa sambil menjeng sana sini dan jeprat jeprit , wah asyik juga lho. Sedianya perjalanan akan dilanjutkan ke Bandungan, namun karena satu dan lain hal terpaksa dibatalkan, (katanya sih “ Kesuwen olihe nunggu nggoreng tahu, wah – wah, wong tukang gorengnya satu, yang pesen wong seket, tiap orang minimal pesen 20 tahu, jadi si ibu tadi harus nggoreng 10.000 tahu, capek dech lagian pesenne ora nganggo ‘suwe’ repot juga ya), akhirnya diputuskan untuk langsung pulang, tapi mampir bentar di Pandanaran, maklum yang berangkat ibu, bapak dan anak di rumah, pasti dan ngasih catatan – catatan : jolali yo bandenge, lompiane, tahu petise, mocine dan macem – macem .
Pukul 10.00 malam lebih, rombongan tiba di pelataran gereja St Yosef Mejasem. Disana sudah menunggu para bapak yang setia menyambut sang istri pulang dari ziarah membawa berkah, hadiah dan oleh – oleh .
Pengalaman yang bisa dipetik dalam kegiatan ini adalah :
1. Adanya jiwa kekeluargaan yang tulus diantara anggota WK
2. Solidnya persatuan para Ibu dalam menghidupkan organisasi
3. Yang jelas, sekali – kali boleh donk ibunya yang refreshing, menghibur diri, sejenak melepas kepenatan dengan rutinitas dapur, kerja harian mengurusi rumah tangga, dan sedikit terbebas dari kerewelan anak.
Sebagai penutup peziarahan ini marilah kita berdoa :
“ Doa kepada Santa Perawan Maria Yang terkandung tanpa noda “

Ya Santa Perawan Maria yang bersih tanpa noda dosa, Bunda yang penuh rahmat, engkaulah Bunda PuteraMu yang tak berdosa, Tuhan semesta alam yang maha kuasa, engkau yang maha kuasa dan serentak suci, harapan mereka yang putus asa dan kaum pendosa, kami mengidungkan madah pujian bagiMu. Kami menyembahMu, sebagai yang penuh rahmat, engkau yang melahirkan Allah – manusia; kami semua bersembah sujud di hadapanMu; kami memohon kepadaMu dan memohon dengan sangat bantuanMu. Tolonglah segera kami ini ya Santa Perawan Maria yang suci dan tak bernoda dari setiap kebutuhan yang menekan kami dari semua pencobaan si jahat. Jadilah pengantara kami dan pembela kami pada saat kami menyongsong kematian dan saat kami menghadap panggilan atas diri kami; bebaskanlah kami dari api yang tak kunjung padam dan dari kegelapan ; buatlah kami pantas demi kemuliaan PuteraMu ya Santa Perawan Maria,Bunda yang amat pengasih. Engkau sungguh satu – satunya harapan kami yang paling kami andalkan dan yang suci di hadapan Allah, kepadamulah hormat dan kemuliaan, keagungan dan kekuasaan, dari segala masa sampai selama – lamanya . Amin

Kamis, 19 Agustus 2010

Misa Pengenaan Jubah bagi 9 Frater TORSA




"....kendati cacat cela. melekat di hati
namun kupercya Dikau mengampuni
Bersama keluarga yang turut mengharapkan
agar luas ladangMu, berbuah selalu"


Lagu pembuka yang dilantunkan dengan merdu oleh Paduan Suara Serafim ini mengalun merdu mengiringi perarakan Para Romo yang memimpin misa Penjubahan bagi 9 Frater TORSA tahun 2010 ini.
Hari ini Minggu, 15 Agustus 2010, barangkali menjadi momentum yang penting bagi para 9 Frater yang akan memasuki Tahun Orientasi Rohani di Komunitas St Agustinus Tegal. Misa Kudus yang dipimpin oleh 3 Romo, Rm S Parjono, Rm Ari Setiawan dan Rm Raymond, dengan dihadiri oleh segenap umat tidak hanya dari Paroki Tegal tetapi juga dari Slawi, Brebes, Mejasem, Pemalang dan tempat lain ini akan menjadi saksi yang akan tetap terus mendukung dan mengharapkan subur dan berkembangnya benih benih panggilan Imam di Keuskupan Purwokerto.Ke 9 Frater : Benny, Titus, Diaz, Toto, Andy, Rendy, Yusuf, Wawan, dan Ia, telah memutuskan untuk bergabung dengan romo - romo Projo Diosesan Purwokerto.Tahun Orientasi Rohani di Komunitas TORSA Tegal ini merupakan langkah awal dalam menentukan ketetapan hati dalam menanggapi panggilan Tuhan. Refleksi dan olah bathin, serta pendalaman mengenai keparokian, alkitabiah, kegerejaan dan doa, merupakan menu utama dalam pengglembengan di TORSA Tegal ini, disamping ada mata pelajaran lain sebagai pendukung antara lain Bhs Inggris, Musik, Tata Krama dan Bhs Jawa. Dalam kotbahnya Rm Parjono yang juga Rektor di TORSA ini mengatakan Seperti halnya Maria yang dengan susah payah dan menempuh perjalanan panjang untuk bertemu dengan Elisabet, adalah bentuk perjuangan, Maria ingin membagi kabar sukacita yang diterimanya kepada saudaranya Elisabet meski harus berjuang menempuh perjalanan panjang, betapa bersyukurnya Elisabet menerima kunjungan sang Ibu Tuhan ini, Kedua wanita ini sama - sama bergembira, bersyukur karena segala anugerah yang diterima berasal dari Tuhan. Mereka bisa merasakan hidup didalam Tuhan, karena rela dan ikhlas melaksanakan kehendakNya meski terasa berat dan rasanya tidak mungkin. Kerelaan dan keprasahan Maria dengan berkata " Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut kehendakMu". Bagaimana kita bisa melajar dari Maria dan Elisabeth, Hidup dalam kehendak Tuhan dan mendapatkan kebahagiaan ?
1. Kita harus siap untuk melepaskan segala kelekatan yang sulit kita lepaskan, kebencian, keserakahan, dengki, dendam ....dan kenikmatan yang sering membius kita.
2. Kita juga harus siap menerima kehendak Tuhan, hal - hal yang baik, keterlibatan dalam hubungan keluarga dalam nama Tuhan.
Romo Ari juga mengatakan bahwa sebelum peristiwa Penjubahan ini, Romo mendampingi para frater untuk merenungkan diri, merefleksi, dan menentukan pilihan terbaik " Sekali aku memakai Jubah, biarlah aku siap menerimanya sepanjang hidup, jubah bukan secara lahiriah pakaian putih saja, namun hati putih bersih sedia menerima kehendak Allah". Dalam Misa juga diungkapkan Credo para Frater yang merupakan ungkapan isi hati, perasaan, refleksi iman dan janji para Frater. Hadir juga dalam misa itu para Putra/putri Altar dari paroki terdekat sebagai benih - benih panggilan baru. Semoga semakin banyak banyaklah benih benih panggilan Imam dari sini.

Atas nama PutraMu, kuteguhkan janji...
dengan 'smangat cintaMu, kubaktikan diri ....